Wednesday, March 2, 2016

Makalah Mekanisme Pasar dalam Perspektif Islam

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur marilah kita panjatkan pada Allah SWT yang telah menciptakan manusia dan memuliakannya diatas makhluk-makhluk yang lain. Juga tidak lupa pula shalawat dan salam atas pemimpin umat islam yakni baginda besar Muhammad SAW, beserta para sahabat dan pengikunya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah  berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan makalah yang singkat ini dengan judul “Mekanisme Pasar Dalam Perspektif Islam”.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas mata kuliah yang bersangkutan. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya, dan bagi kita semua selaku calon generasi pendidik masa depan bangsa.


Kalianda, 23 Maret 2013
Penyusun








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... 
DAFTAR ISI ..................................................................................................
BAB I  PENDAHULUAN.............................................................................. 
BAB II MEKANISME PASAR PERSPEKTIF ISLAM
A.    Pengertian Pasar dan Mekanisme Pasar................................................ 
B.     Pasar pada Masa Rasulullah.................................................................
C.     Pasar pada Masa Khulafaurrasyidin..................................................... 
D.    Pasar dalam Pandangan Sarjana Muslim
1.      Pemikiran Ibnu Taimiah.................................................................... 
2.      Mekanisme Pasar menurut Ibnu Khaldun (1332-1383 M)...............
E.     Islam dan Sistem Pasar......................................................................... 
F.      Prinsip-prinsip Mekanisme Pasar Islami............................................... 
G.    Rekayasa Permintaan dan Penawaran...................................................       
BAB III  PENUTUP
A.    Kesimpulan...........................................................................................
B.     Daftar Pustaka......................................................................................








BAB I
PENDAHULUAN

Islam adalah agama yang selain bersifat syumuliyah (sempurna) juga harakiyah (dinamis). Disebut sempurna karena Islam merupakan agama penyempurna dari agama-agama sebelumnya dan syari’atnya mengatur seluruh aspek kehidupan, baik yang bersifat aqidah maupun muamalah. Dalam kaidah tentang muamalah, Islam mengatur segala bentuk perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia. Termasuk di dalamnya adalah kaidah Islam yang mengatur tentang pasar dan mekanismenya.
Pasar adalah tempat dimana antara penjual dan pembeli bertemu dan melakukan transaksi jual beli barang dan atau jasa. Pentingnya pasar dalam Islam tidak terlepas dari fungsi pasar sebagai wadah bagi berlangsungnya kegiatan jual beli. Jual beli sendiri memiliki fungsi penting mengingat, jual beli merupakan salah satu aktifitas perekonomian yang “terakreditasi” dalam Islam.
Pentingnya pasar sebagai wadah aktifitas tempat jual beli tidak hanya dilihat dari fungsinya secara fisik, namun aturan, norma dan yang terkait dengan masalah pasar. Dengan fungsi di atas, pasar jadi rentan dengan sejumlah kecurangan dan juga perbuatan ketidakadilan yang menzalimi pihak lain. Karena peran pasar penting dan juga rentan dengan hal-hal yang dzalim, maka pasar tidak terlepas dengan sejumlah aturan syariat, yang antara lain terkait dengan pembentukan harga dan terjadinya transaksi di pasar. Dalam istilah lain dapat disebut sebagai mekanisme pasar menurut Islam dan intervensi pemerintah dalam pengendalian harga.
Melihat pentingnya pasar dalam Islam bahkan menjadi kegiatan yang terakreditasi serta berbagai problem yang terjadi seputar berjalannya mekanisme pasar dan pengendalian harga, maka pembahasan tentang tema ini menjadi sangat menarik dan urgen.
BAB II
MEKANISME PASAR PERSPEKTIF ISLAM

A.    Pengertian Pasar dan Mekanisme Pasar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1988: 651) disebutkan bahwa pasar adalah tempat orang berjual beli. Sedangkan menurut istilah, Pasar adalah sebuah mekanisme pertukaran barang dan jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia. Sedangkan menurut pendapat lain dalam kajian ekonomi, pasar adalah suatu tempat atau proses interaksi antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) dari suatu barang/jasa tertentu, sehingga akhirnya dapat menetapkan harga keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang diperdagangkan. Jadi setiap proses yang mempertemukan antara penjual dan pembeli, maka akan membentuk harga yang akan disepakati oleh keduanya.
Menurut penjelasan lain Pasar adalah suatu tempat di mana pembeli dan penjual bertemu untuk membeli atau menjual barang dan jasa atau faktor- faktor produksi. Di dalam bahasa sehari-hari pasar pada umumnya diartikan sebagai suatu lokasi dalam artian geografis. Tetapi dalam pengertian teori ilmu ekonomi mikro cakupannya adalah lebih luas lagi. Dalam teori ekonomi mikro pasar meliputi juga pertemuan antara pembeli dan penjual di mana antara keduanya tidak saling melihat satu sama lain (misalnya antara importer karet yang bertempat tinggal di Amerika dan importer karet di Indonesia) yang melakukan transaksi jual beli melalui telex (Ari Sudarman, 1980: 6).
Dari beberapa pengertian tersebut, maka pasar dapat diartikan sebagai suatu tempat terjadinya mekanisme pertukaran barang atau jasa oleh penjual dan pembeli untuk menetapkan harga keseimbangan serta jumlah yang diperdagangkan.
Mekanisme pasar adalah terjadinya interaksi antara permintaan dan penawaran yang akan menentukan tingkat harga tertentu. Adanya interaksi tersebut akan mengakibatkan terjadinya proses transfer barang dan jasa yang dimilki oleh setiap objek ekonomi (konsumen, produsen, pemerintah). Dengan kata lain, adanya transaksi pertukaran yang kemudian disebut sebagai perdagangan adalah satu syarat utama dari berjalannya mekanisme pasar.
Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang penting dalam perekonomian. Praktik ekonomi pada masa rasulullah dan khulafaurrasyidin menunjukkan adanya peranan pasar yang besar. Rasullah sangat menghargai harga yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang adil. Beliau menolak adanya price intervention seandainya perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar. Namun, pasar disini mengahruskan adanya moralitas (fair play), kejujuran (honesty), keterbukaan (transparancy) dan keadilan (justice). Jika nilai-nilai ini ditegakkan, maka tidak ada alasan untuk menolak harga pasar.
B.     Pasar Pada Masa Rasulullah
Pasar memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat Muslim pada masa Rasulullah, saw. dan Khulafaurrasyidin. Bahkan Muhammad saw. sendiri pada awalnya adalah seorang pebisnis, demikian pula Khulafaurrasyidin dan kebanyakan sahabat lainnya. Pada usia 7 tahun, Muhammad diajak oleh pamannya Abu Thalib berdagang ke negeri Syam. Kemudian sejalan dengan usianya yang semakin dewasa, Muhammad semakin giat berdagang, baik dengan modal sendiri ataupun bermitra dengan orang lain. Dan salah satu mitra bisnisnya ialah Khadijah yang akhirnya menjadi istri beliau.
Muhammad adalah seorang pedagang profesional dan selau menjunjung tinggi kejujuran, sehingga ia diberi julukan al-Amin (yang terpercaya). Setelah menjadi Rasul, Muhammad tidak lagi menjadi pebisnis secara aktif, karena situasi dan kondisi perkembangan islam di Mekah yang tidak memungkinkan. Sehingga perjuangan dakwah menjadi prioritas beliau. Ketika beliau dan kaum muhajirin berhijrah ke Madinah, peran Rasulullah bergeser menjadi pengawas pasar  atau al-Muhtasib. Beliau mengawasi jalannya mekanisme pasar  di Madinah dan sekitarnya agar tetap berlangsung secara islami.
Pada saat itu mekanisme pasar sangat dihargai, beliau menolak untuk menetapkan harga manakala tingkat harga di Madinah pada saat itu tiba-tiba naik. Sepanjang kegiatan permintaan dan penawaran  yang murni, yang tidak dibarengi dengan dorongan-dorongan monopolistik, maka tidak ada alasan untuk tidak menghargai pasar. Konsep Islam menegaskan bahwa pasar harus berdiri di atas prinsip persaingan bebas(perfect competition). Namun demikian bukan berarti kebebasan tersebut berlaku mutlak, akan tetapi kebebasan yang dibungkus oleh frame syari’ah. Dalam Islam, Transaksi terjadi secara sukarela (antaradim minkum/mutual goodwill), Sebagaimana disebutkan dalam Qur’an surat An Nisa’ ayat 29, yang artinya :
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Didukung pula oleh hadits riwayat Abu dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majjah dan as Syaukani sebagai berikut:
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ أَخْبَرَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ وَقَتَادَةُ وَحُمَيْدٌ عَنْ أَنَسٍ قَالَ النَّاسُ يَا رَسُولَ اللَّهِ غَلَا السِّعْرُ فَسَعِّرْ لَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهَ وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يُطَالِبُنِي بِمَظْلَمَةٍ فِي دَمٍ وَلَا مَال
 “Wahai Rasulullah tentukanlah harga untuk kita!”. Beliau menjawab, “Allah itu sesungguhnya adalah penentu harga, penahan, pencurah serta pemberi rizki. Aku menharapkan dapat menemui Tuhanku di mana salah seorang dari kalian tidak menuntutku karena kezhaliman dalam hal darah dan harta.” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan asy-Syaukani).
Dalam hadits di atas jelas dinyatakan bahwa pasar merupakan hukum alam (sunatullah) yang harus dijunjung tinggi. Tak seorang pun secara individual dapat mempengaruhi pasar, sebab pasar adalah kekuatan kolektif yang telah menjadi ketentuan Allah swt. Pelanggaran terhadap harga pasar, misalnya penetapan harga dengan cara dan karena alasan yang tidak tepat, merupakan suatu ketidakadilan (zulm/injustice) yang akan dituntut pertanggungjawabannya dihadapan Allah. Dalam penjelasan lain Dr. A.A Islabi mengutip dari Ahmad Nu’man, mengenai hadis tersebut dan menyimpulkan bahwa pada waktu terjadinya kenaikan harga Rasulullah meyakini adanya penyebab tertentu yang sifatnya darurat. Oleh sebab itu sesuatu yang bersifat darurat  akan hilang seiring dengan hilangnya penyebab dari keadaan itu. Di lain pihak rasul juga meyakini bahwa harga akan kembali normal dalam waktu yang tidak terlalu lama (sifat darurat). Penetapan harga menurut rasul merupakan suatu tindakan yang menzhalimi kepentingan para pedagang, karena para pedagang di pasar akan merasa terpaksa untuk menjual barangnya sesuai dengan harga patokan, yang tentunya tidak sesuai dengan keridhaannya. (Ahmad Nu’man: 1985).
 Sebaliknya dinyatakan bahwa penjual yang menjual dagangannya dengan harga pasar ialah laksana orang yang berjuang di jalan Allah (jihad fii sabilillah), sementara yang menetapkan sendiri termasuk sebuah perbuatan ingkar kepada Allah. Dari Ibnu Mughirah terdapat sebuah riwayat ketika Rasulullah saw. melihat seorang laki-laki menjual makanan dengan harga yang lebih tinggi daripada harga pasar. Rasulullah bersabda, yang artinya :
“Orang-orang yang datang membawa barang ke pasar laksana orang berjihad fiisabilillah, sementara orang yang menaikkan harga (melebihi harga pasar) seperti orang yang ingkar kepada Allah.”
Nabi menghendaki terjadinya persaingan pasar yang adil di Madinah. Untuk itu beliau menerapkan sejumlah aturan agar keadilan itu bisa berlangsung. Diantara aturan itu adalah:
1.      Melarang Tallaqi Rukban, yakni menyongsong khalifah di luar kota. Dengan demikian pedagang mendapat keuntungan dari ketidaktahuan khalifah yang baru datang dari luar kota terhadap situasi pasar.
2.      Dilarang mengurangi timbangan,  karena itu berarti barang dijual dengan harga sama tetapi jumlah sedikit.
3.      Dilarang menyembunyikan cacat barang, karena itu berarti penjual mendapat harga baik dari barang yang buruk.
4.      Dan sejumlah larangan lain agar terciptanya pasar yang adil di lapangan.
Di masa Rasulullah kepemilikan pribadi diakui (Karim, 2002). Mencari nafkah bebas dilaukakan setiap warga negara bahkan wajib, asalkan tidak dilakukan dengan cara-cara yang melanggar syariah dan moral islam. Kewajiban mencari nafkah itu tidak dibatasi dalam produk barang ataupun jasa yang dihasilkan. Islam juga sangat tidak menyukai perbuatan menimbun kekayaan atau mengambil keuntungan atas kesulitan orang lain. Dalam kerangka mekanisme pasar bebas ini islam sejak masa Rasulullah sudah melarang segala bentuk penimbunan bahan pokok atau komoditas yang esensial. Perbuatan tersebut akan menimbulkan distorsi pada kebebasan itu sendiri dan akhirnya akan menciptakan harga semu.
Dalam islam setiap orang berhak untuk dapat memiliki secara legal suatu pendapatan, kepemilikan, dan kemakmuran selama hidupnya, untuk membantunya dalam melaksanakan kewajiban agamanya. Kepada mereka yang memiliki kelebihan rezeki dari hasil kerjanya, yang sudah melampaui suatu ukuran tertentu (nisab), maka kepadanya diwajibkan zakat.

C.    Pasar Pada Masa Khulafaurrasyidin
Kebijakan ekonomi di masa Khulafaurrasyidin secara prinsip sesungguhnya meneruskan kebijakan yang dilaksanakan Rasulullah. Penyempurnaan dilakukan di sana sini sebagai bagian dari proses kemajuan dan mengantisipasi keadaan. Pada masa Abu Bakar mislanya, tidak ada hal yang terlalu menonjol kecuali sikap Abu Bakar yang sangat tegas terhadap satu kaum yang tidak bersedia membayar zakat. Kebijakan Abu Bakar ini tidak ada hubungannya dengan mekanisme pasar.
Di masa Umar bin Khattab pernah terjadi kenaikan harga gandum di pasar Madinah. Ini terjadi karena pasokan melemah, bisa jadi karena gagal panen di sejumlah wilayah pemasok gandum. Untuk mengembalikan harga pada keseimbangan normal, Umar mengimpor gandum dari Mesir, dan memasoknya ke pasar. Intervensi pasokan ini dikuti dengan aktifnya lembaga hisbah yang sudah dibentuk ketika itu untuk mengawasi pihak-pihak yang bermain di pasar agar tidak berlaku curang. Intervensi permintaan pun dilakukan dengan menanamkan sikap sederhana dan menjauhkan sikap boros dalam berbelanja (Karim, 2001). Umar bisa melakukan langkah antisipasi yang cepat dan tepat karena ia selalu berusaha mendapatkan informasi harga, termasuk harga barang-barang yang sulit dijangkau.
Utsman bin Affan dikenal sebagai seorang yang jujur dan saleh dan lemah lembut, meskipun saat menjabat ia telah berusia tua. Pada awalnya ia mengikuti kebijakan Umar, namun lambat laun ketika menghadapi sejumlah hadangan, ia mulai menyimpang dari garis kebijakan Umar. Penyimpangan itu membawa pengaruh yang kurang baik  pada dirinya sendiri dan islam pada umumnya. Berbeda dengan Umar yang gigih memperoleh harga pasar, Ustman memantau situasi pasar melalui diskusi dengan sejumlah sahabat di masjid. Pada masa Ali bin Abi Thalib tidak ada kisah khusus yang terkait dengan mekanisme pasar. Tampaknya ia melanjutkan kebijakan yang telah ditempuh pendahulunya.

D.    Pasar dalam Pandangan Sarjana Muslim
1.      Pemikiran Ibnu Taimiah
Pemikiran Ibnu Taimiah mengenai mekanisme pasar banyak dicurahkan melalui bukunya yang sangat terkenal, yaitu Al-Hisbah fi’l Al-Islam dan Majmu’ Fatwa. Pandangan Ibnu Taimiah mengenai hal ini sebenarnya terfokus pada masalah pergerakan harga yang terjadi pada waktu itu, tetapi ia letakkan dalam kerangka mekanisme pasar. Secara umum beliau telah menunjukkan the beauty of market (keindahan mekanisme pasar sebagai mekanisme ekonomi).
Dalam Al-Hisbahnya ia mengatakan, “Naik dan turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh adanya ketidakadilan (Zulm/injustice) dari beberapa bagian pelaku transaksi. Terkadang penyebabnya adalah defisiensi dalam produksi atau penurunan terhadap harga yang diminta, atau tekanan pasar. Oleh karena itu, jika permintaan terhadap barang-barang tersebut menaik sementara ketersediaanya/penawarannya menurun, maka harganya akan naik. Sebaliknya, jika ketersediaan barang-barang menaik dan permintaan terhadapnya menurun, maka harga barang tersebut akan turun juga. Kelangkaan (scarcity) dan keberlimpahan (abudance) barang mungkin bukan disebabkan oleh tindakan sebagian orang kadang-kadang disebabkan karena tindakan yang tidak adil atau juga bukan. Hal ini adalah kehendak Allah yang telah menciptakan keinginan dalam hati manusia.”
Dalam kitab Fatawa-nya Ibnu Taimiah juga menjelaskan secara lebih rinci tentang beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan dan kemudian tingkat harga. Beberapa faktor ini yaitu :
a.       Keinginan orang (al-raghabah) terhadap barang barang sering kali berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh berlimpah atau langkanya barang yang diminta (al-matlub). Suatu barang akan lebih disukai ketika langka daripada jumlah yang berlebihan
b.      Jumlah orang yang meminta (demender/tullab) juga mempengaruhi harga. Jika jumlah orang yang meminta suatu barang besar, maka harga akan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan yang meminta jumlahnya sedikit.
c.       Kuat atau lemahnya kebutuhan terhadap barang itu, selain juga besar atau kecilnya permintaan juga akan mempengaruhi harga. Jika kebutuhan terhadap suatu barang kuat dan berjumlah besar, maka harga akan naik lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan yang lebih sedikit.
d.      Kualitas pembeli barang tersebut (al-mu’waid), juga akan memvariasikan suatu harga. Jika pembeli merupakan orang kaya lagi terpercaya dalam membayar kewajibannya, maka kemungkinan ia akan memperoleh tingkat harga yang lebih dibandingkan orang yang suka menunda kewajiban (kredibel).
e.       Jenis (uang) pembayaran yang digunakan dalam transaksi jual beli juga akan mempengaruhi harga. Jika uang yang digunakan adalah uang yang diterima luas (naqd ra’ij), maka kemungkinan harga akan lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan uang yang kurang diterima luas. Misalnya dinar ddan dirham, saat merupakan alat pembayaran yang lazim di Damaskus.
f.       Hal di atas dapat terjadi karena tujuan dari suatu transaksi harus menguntungkan penjual dan pembeli. Jika  pembeli mempunyai kemampuan untuk membayar dan dapat memenuhi semua janjinya, maka transaksi akan lebih mudah/lancar dibandingkan dengan  pembeli yang tidak memiliki kemampuan membayar dan mengingkari janjinya. Tingkat harga barang yang lebih nyata (secara fisik) akan lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak nyata. Seperti harga bagi pembeli kontan akan lebih murah dari pada yang membeli kredit.
g.      Kasus yang sama dapat diterapkan pada orang yang menyewakan suatu barang. Kemungkinan ia berada pada posisi sedemikian rupa sehingga penyewa dapat memperoleh manfaat tanpa (tambahan) biaya apa pun. Namun, kadang-kadang penyewa dapat memperoleh manfaat ini jika tanpa tambahan biaya, misalnya seperti yang terjadi di desa-desa yang dikuasai penindas atau oleh perampok, atau di suatu tempat yang diganggu oleh binatang-binatang pemangsa. Sebenarnya harga sewa tanah seperti itu tidaklah sama dengan harga tanah yang tidak membutuhkan biaya-biaya  tambahan ini.
Ibnu Taimiah mengatakan, “Jika masyarakat melakukan transaksi jual-beli dalam konidisi normal tanpa ada bentuk distorsi atau penganiayaan apapun dan terjadi perubahan harga karena sedikitnya penawaran atau banyaknya permintaan, maka ini merupakan kehendak Allah swt. (Atiyah As-Sayyid Fayyadh: 1997). Dengan demikian pemerintah tidak memiliki wewenag untuk melakukan intervensi terhadap harga pasar dalam kondisi normal.
Harus diyakini nilai konsep islam tidak memberikan ruang intervensi dari pihak mana pun untuk menentukan harga, kecuali dan hanya kecuali adanya kondisi darurat yang kemudian menuntut pihak-pihak tertentu untuk ambil bagian menetapkan harga.
Pengertian darurat di sini adalah pada dasarnya peranan pemerintah ditekan seminimal mungkin. Namun intervensi pemerintah sebagai pelaku pasar dapat dibenarkan hanyalah jika pasar tidak dalam keadaan sempurna, dalam arti ada kondisi-kondisi yang menghalangi kompetisi yang fair terjadi (market failure). Sejumlah contoh klasik dari kodisi market failure antara lain: barang publik, eksternalitas (termasuk pencemaran dan kerusakan lingkungan), informasi yang tidak simetris, biaya transaksi, dan kepastian institusional serta masalah dalam distribusi. Atau dalam bahasa lain yang lebih sederhana, intervensi pemerintah adalah untuk menjamin fairness dan ‘keadilan’, bagaimanapun dua hal itu didefinisikan.
Lebih jauh lagi Ibnu Taimiah membatasi keabsahan pemerintah dalam menetapkan kebijakan intervensi pada empat situasi dan kondisi berikut:
1.      Kebutuhan masyarakat atau hajat orang banyak akan sebuah komoditas (barang maupun jasa); para fuqaha sepakat bahwa sesuatu yang menjadi hajat orang banyak tidak dapat diperjualbelikan kecuali dengan harga yang sesuai. Sebagai contoh, jika seseorang membutuhkan makanan yang menjadi milik orang lain, maka orang tersebut dapat membeli ddengan harga yang ‘sesuai’, tidak dibenarkan si pemilik makanan menentukan harga harga yang tinggi secara sepihak.
2.      Terjadi kasus monopoli (penimbunan); para fukaha sepakat untuk memberlakukan hak hajar(ketetapan yang membatasi hak guna dan hak pakai atau kepemilikan barang) oleh pemerintah. Hal ini untuk mengantisipasi adanya tindakan negatif (berbahaya) yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak  yang melakukan kegiatan monopolistik ataupun penimbunan barang.
3.      Terjadinya keadaan al-Hasr (pemboikotan), di mana distribusi barang hanya terkonsentrasi pada satu penjual atau pihak tertentu. Penetapan harga di sini untuk menghindari penjualan barang tersebut dengan harga yang ditetapkan sepihak dan semena-mena oleh pihak penjual tersebut.
4.      Terjadinya koalisi dan kolusi antar para penjual; di mana sejumlah pedagang sepakat untuk melakukan transaksi di antara mereka sendiri, dengan harga penjualan yang tentunya di bawah harga pasar. Ketetapan intervensi di sini untuk menghindari kemungkinan terjadi fluktuasi harga barang yang ekstrem dan dramatis.

2.      Mekanisme Pasar Menurut Ibnu Khaldun (1332-1383 M)
Pemikiran Ibnu Khaldun tentang pasar termuat dalam buku monumental, Al-Muqaddimah, terutama dalam bab harga-harga di kota-kota.” (Price in Town). Ia membagi barang-barang menjadi dua katagori, yaitu barang pokok dan barang mewah. Menurutnya jika suatu kota berkembang dan jumlah penduduknya semakin banyak, maka harga barang-barang pokok akan semakin menurun sementara harga barang mewah akan naik. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penawaran barang pangan dan barang pokok lainnya sebab barang ini sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap orang, sehingga pengadaannya akan diprioritaskan. Sementara itu, harga barang mewah akan naik sejalan dengan meningkatnya gaya hidup yang mengakibatkan peningkatan permintaan barang mewah ini. Di sini, Ibnu Khaldun sebenarnya menjelaskan pengaruh permintaan dan penawaran terhadap tingkat harga. Secara lebih rinci ia menjelaskan pengaruh persaingan antara para konsumen dan meningkatnya biaya-biaya akibat perpajakan dan pungutan-pungutan lain terhadap tingkat harga.
Dalam buku tersebut, Ibnu Khaldun juga mendeskripsikan pengaruh kenaikan dan penurunan penawaran terhadap tingkat harga. Ia menyatakan, “Ketika barang-barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga akan naik. Namun, bila jarak antar kota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, maka akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang-barang akan melimpah dan harga-harga akan turun.”
Pengaruh tinggi rendahnya tingkat keuntungan terhadap perilaku pasar, khususnya produsen, juga mendapat perhatian dari Ibnu Khaldun. Menurutnya tingkat keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan, sementara tingkat keuntungan yang terlalu rendah akan membuat lesu perdagangan. Para pedagang dan produsen lainnya akan kehilangan motivasi bertransaksi. Sebaliknya jika tingkat keuntungan terlalu tinggi perdagangan juga akan melemah sebab akan menurunkan tingkat permintaan konsumen.
Ibnu Khladun sangat menghargai harga yang terjadi dalam pasar bebas, namun ia tidak mengajukan saran-saran kebijakan pemerintah untuk mengelola harga. Ia lebih  memfokuskan kepada faktor-faktor yang mempengaruhi harga.

E.     Islam Dan Sistem Pasar
Dewasa ini, secara umum dapat disampaikan bahwa kemunculan pesan moral Islam dan pencerahan teori pasar, dapat dikaitkan sebagai bagian dari reaksi penolakan atas sistem sosialisme dan sekularisme. Meskipun tidak secara keseluruhan dari kedua sistem itu bertentangan dengan Islam. Namun Islam hendak menempatkan segala sesuatu sesuai pada porsinya, tidak ada yang dirugikan, dan dapat mencerminkan sebagai bagian dari the holistic live kehidupan duniawi dan ukhrowi manusia.
Oleh sebab itu, sangat utama bagi umat Islam untuk secara kumulatif mencurahkan semua dukungannya kepada ide keberdayaan, kemajuan dan kecerahan peradaban bisnis dan perdagangan. Islam secara ketat memacu umatnya untuk bergiat dalam aktivitas keuangan dan usaha-usaha yang dapat meningkatkan kesejahteraan social.
Berdagang adalah aktivitas yang paling umum dilakukan di pasar. Untuk itu teks-teks Al Qur’an selain memberikan stimulasi imperative untuk berdagang, di lain pihak juga mencerahkan aktivitas tersebut dengan sejumlah rambu atau aturan main yang bisa diterapkan di pasar dalam upaya menegakkan kepentingan semua pihak, baik individu maupun kelompok.
Konsep Islam menegaskan bahwa pasar harus berdiri di atas prinsip persaingan bebas (perfect competition). Namun demikian bukan berarti kebebasan tersebut berlaku mutlak, akan tetapi kebebasan yang dibungkus oleh frame syari’ah. Dalam Islam, Transaksi terjadi secara sukarela (antaradim minkum/mutual goodwill, Sebagaimana disebutkan dalam Qur’an surat An Nisa’ ayat 29.
Didukung pula oleh hadits riwayat Abu dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majjah dan as Syaukani sebagai berikut:
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ أَخْبَرَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ وَقَتَادَةُ وَحُمَيْدٌ عَنْ أَنَسٍ قَالَ النَّاسُ يَا رَسُولَ اللَّهِ غَلَا السِّعْرُ فَسَعِّرْ لَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهَ وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يُطَالِبُنِي بِمَظْلَمَةٍ فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ
Orang-orang berkata: “Wahai Rasulullah, harga mulai mahal. Patoklah harga untuk kami!” Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah-lah yang mematok harga, yang menyempitkan dan yang melapangkan rizki, dan aku sungguh berharap untuk bertemu Allah dalam kondisi tidak seorangpun dari kalian yang menuntut kepadaku dengan suatu kezhaliman-pun dalam darah dan harta”. (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan asy-Syaukani).
Selanjutnya pasar yang adil akan melahirkan harga yang wajar dan juga tingkat laba yang tidak berlebihan, sehingga tidak termasuk riba yang diharamkan oleh Allah SWT. sebagaimana ayat berikut;
šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz 
Artinya :
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al Baqarah: 275)
Dalam pada itu, transaksi yang dilakukan secara benar dan tidak masuk dalam riba dalam mencari keutamaan Allah bahkan mendapat dukungan yang kuat dalam agama.
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
 “Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah … (QS. Al Qashash: 77)




F.     Prinsip-prinsip Mekanisme Pasar Islami
Konsep mekanisme pasar dalam Islam dibangun atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Ar-Ridha, yakni segala transaksi yang dilakukan haruslah atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak (freedom contract).
2.      Berdasarkan persaingan sehat (fair competition). Mekanisme pasar akan terhambat bekerja jika terjadi penimbunan (ihtikar) atau monopoli. Monopoli dapat diartikan, setiap barang yang penahanannya akan membahayakan konsumen atau orang banyak.
3.      Kejujuran (honesty), kejujuran merupakan pilar yang sangat penting dalam Islam, sebab kejujuran adalah nama lain dari kebenaran itu sendiri. Islam melarang tegas melakukan kebohongan dan penipuan dalam bentuk apapun. Sebab, nilai kebenaran ini akan berdampak langsung kepada para pihak yang melakukan transaksi dalam perdagangan dan masyarakat secara luas.
4.      Keterbukaan (transparancy) serta keadilan (justice). Pelaksanaan prinsip ini adalah transaksi yang dilakukan dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan yang sesungguhnya.









G.    Rekayasa Permintaan dan Rekayasa Penawaran
1.      Bai’ Najasyi
Bai’ najasyi adalah menciptakan permintaan palsu atau merekayasa permintaan dengan tujuan untuk menaikkan atau menurunkan harga dari harga yang sedang berlaku di pasar. Contoh bai’ najasyi adalah ada pihak tertentu yang merupakan sekutu pihak penjual yang berpura-pura menjadi calon pembeli. Ia kemudian menawar harga lebih rendah dari yang ditawarkan oleh penjual akan tetapi sebenarnya harga yang diajukannya masih lebih tinggi dari harga yang berlaku di pasar.
2.      Ihtikar
Mengenai ihtikar, Rasulullah SAW pernah bersabda : “Tidaklah orang yang melakukan ihtikar itu kecuali ia berdosa” (Bersumber dari Said bin al-Musyyab dari Ma’mar bin Abdullah al-Adawi). Ihtikar ini sering kali diterjemahkan sebagai monopoli dan atau penimbunan. Padahal ihtikar tidak identik dengan monopoli dan atau penimbunan. Dalam Islam siapapun boleh berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual (monopoli) atau ada penjual lain.menyimpan stok barang untuk persediaan pun tidak dilarang dalam Islam. Jadi monopoli sah-sah saja.demikian pula menyimpan persediaan. Monopoli dan menyimpan stok yang dilarang dalam Islam adalah yang dilakukan dengan maksud untuk mengambil keuntungan diatas keuntungan normal yang dengannya merusak mekanisme pasar. Istilah ekonominya ihtikar adalah monopoly’s rent-seeking.
3.      Talaqqi Rukban
Tindakan yang dilakukan oleh pedagang kota (atau pihak yang memiliki informasi yang lebih lengkap) membeli barang petani (atau produsen yang tidak memiliki informasi yang benar tentang harga di pasar) yang masih diluar kota, untuk mendapatkan harga yang lebih murah dari harga pasar yang sesungguhnya. Rasulullah melarang ini dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, hal ini dalam fiqih disebut tallaqi rukban.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
pasar adalah suatu tempat atau proses interaksi antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) dari suatu barang/jasa tertentu, sehingga akhirnya dapat menetapkan harga keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang diperdagangkan. Jadi setiap proses yang mempertemukan antara penjual dan pembeli, maka akan membentuk harga yang akan disepakati oleh keduanya.
Mekanisme pasar adalah terjadinya interaksi antara permintaan dan penawaran yang akan menentukan tingkat harga tertentu. Adanya interaksi tersebut akan mengakibatkan terjadinya proses transfer barang dan jasa yang dimilki oleh setiap objek ekonomi (konsumen, produsen, pemerintah). Dengan kata lain, adanya transaksi pertukaran yang kemudian disebut sebagai perdagangan adalah satu syarat utama dari berjalannya mekanisme pasar.











B.     Daftar Pustaka

Islabi A. A, Dr. 1997.Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah. Surabaya: PT Bina Ilmu Offset.





No comments:

Post a Comment